Assalamualaikum,
Dua tahun sejak terakhir kali aku memposting kisah sedihku tentang keluarga angkatku, kini aku kembali dengan kisah yang lebih menyedihkan. Tidak, aku tidak menginginkan simpati dari siapapun aku hanya ingin berbagi kesedihan yang kini tidak tahu lagi harus kubagi dengan siapa.
Rabu, 17 Februari 2016, Apak, laki-laki yang menyelamatkan masa kecilku, laki-laki yang membuatku tidak mejadi yatim, justru menjadikanku yatim untuk kedua kalinya. Ia meninggalkanku untuk selamanya tanpa sempat aku melihatnya untuk terakhir kalinya. Hari-hari sebelum kepergiaannya aku sudah merasa kehilangan sesuatu. Entahlah mungkin itu sebuah pertanda bahwa orang yang paling kusayangi di dunia ini akan menggalkan putri kesaynagnnya ini sendiri. Tetapi bagaimanapun, kematian adalah takdir, dan aku percaya bahwa takdir baik adalah takdir yang terjadi. Aku sendiri pun tidak tega melihat ayah menahan rasa sakithya selama kurang lebih 6 tahun sejak aku duduk di bangku SMA. Aku selalu merasa bahwa ayah berjuang untuk tetap bertahan demi aku, Ia percaya bahwa suatu hari aku akan mampu mengangkat derajat keluargaku, membahagiakan hari tuanya. Namun, Allah Sudah mentakdirkan hidupnya sebelum aku benar-benar mampu membahagiakannya. Maafkan aku ayah, hanya doa yang bisa kuberikan padamu disetiap sujudku padaNya. Semoga kau bahagia di sana. Aamiin..
Rabu Pon, 16 Agustus 2017
Kedua orangtua yang sangat kusayangi kini hanya tersisa kenangan-kenangan bersamanya. Bertahun-tahun berada dalam buai kasih sayang mereka kini berakhir jua. Ayah, setahun setengan usai kepergiaanmu yang sangat kesesali karena tidak sempat melihatmu untuk terkhir kali, kali ini ibupun memilih untuk pergi bersamamu. Menemani di detik-detik terakhirnya hingga kepergiaannya setidaknya lebih melegahkan, namun kadang justru menjadi moment yang tidak terlupakan kemudia menjelma menjadi kesedihan yang memilukan. Ibu, kadang aku bertanya-tanya tentang kesalahan apa yang telah kau perbuat hingga aku merasakan rasa sakit yang panjang menuju kepergianmu. Dalam perjalananmu menujuNya aku bertanya apa dan apa. Aku hanya takut hal tersebut ada kaitannya denganku, dengan identitasku. Karena hari dimana kau hembuskan nafas terakhirmu adalah hari kelahiranku (weton) yang selalu kau rayakan kala ayah memdapatkan rejeki lebih pada saat itu. Namun jika benar karena hal tersebut, mengapa harus sampai seperti itu? Sedangkan kini aku telah merelakan takdirku yang seperti itu. Apakah rasa sayangnya tidak cukup untuk menghapus kesalahanmu? Atau jika karena hal lain aku masih mencoba mencari apa jawabannya. Tetapi, sejauh yang kutahu, Ibu adalah wanita yang taat beribadah, penyabar, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Numun Ibu, karenamu aku merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang sangat didambahkan, di nantikan. Dan karena itu aku merasa lebih berguna. Di detik-detik terakhirmu, dari semua anak kandungmu, hanya aku yang selalu kau tanyakan, anak kebanggaanmu yang sampai detik ini belum bisa membuatmu bangga. Tapi bagaiamana lagi Ayah, Ibu, takdir memang sudah disetting seperti ini. Aku belum sempat membalas jasa-jasamu, Semoga doa-doa yang kau panjatkan duu, supaya aku mampu membuatmu bangga menjadi nyata meski kini kalian sudah tak lagi bersamaku. Terima kasih telah melengkapi hidupku, membuatku memiliki keluarga yang utuh, yang mengkin tidak akan bisa kumiliki jika tanpa uluran tanganmu. Semoga Allah menerima amal ibdah kalian, menempatka kalian di tempat terbaik di sisinya.. Aamiin..
Dua tahun sejak terakhir kali aku memposting kisah sedihku tentang keluarga angkatku, kini aku kembali dengan kisah yang lebih menyedihkan. Tidak, aku tidak menginginkan simpati dari siapapun aku hanya ingin berbagi kesedihan yang kini tidak tahu lagi harus kubagi dengan siapa.
Rabu, 17 Februari 2016, Apak, laki-laki yang menyelamatkan masa kecilku, laki-laki yang membuatku tidak mejadi yatim, justru menjadikanku yatim untuk kedua kalinya. Ia meninggalkanku untuk selamanya tanpa sempat aku melihatnya untuk terakhir kalinya. Hari-hari sebelum kepergiaannya aku sudah merasa kehilangan sesuatu. Entahlah mungkin itu sebuah pertanda bahwa orang yang paling kusayangi di dunia ini akan menggalkan putri kesaynagnnya ini sendiri. Tetapi bagaimanapun, kematian adalah takdir, dan aku percaya bahwa takdir baik adalah takdir yang terjadi. Aku sendiri pun tidak tega melihat ayah menahan rasa sakithya selama kurang lebih 6 tahun sejak aku duduk di bangku SMA. Aku selalu merasa bahwa ayah berjuang untuk tetap bertahan demi aku, Ia percaya bahwa suatu hari aku akan mampu mengangkat derajat keluargaku, membahagiakan hari tuanya. Namun, Allah Sudah mentakdirkan hidupnya sebelum aku benar-benar mampu membahagiakannya. Maafkan aku ayah, hanya doa yang bisa kuberikan padamu disetiap sujudku padaNya. Semoga kau bahagia di sana. Aamiin..
Rabu Pon, 16 Agustus 2017
Kedua orangtua yang sangat kusayangi kini hanya tersisa kenangan-kenangan bersamanya. Bertahun-tahun berada dalam buai kasih sayang mereka kini berakhir jua. Ayah, setahun setengan usai kepergiaanmu yang sangat kesesali karena tidak sempat melihatmu untuk terkhir kali, kali ini ibupun memilih untuk pergi bersamamu. Menemani di detik-detik terakhirnya hingga kepergiaannya setidaknya lebih melegahkan, namun kadang justru menjadi moment yang tidak terlupakan kemudia menjelma menjadi kesedihan yang memilukan. Ibu, kadang aku bertanya-tanya tentang kesalahan apa yang telah kau perbuat hingga aku merasakan rasa sakit yang panjang menuju kepergianmu. Dalam perjalananmu menujuNya aku bertanya apa dan apa. Aku hanya takut hal tersebut ada kaitannya denganku, dengan identitasku. Karena hari dimana kau hembuskan nafas terakhirmu adalah hari kelahiranku (weton) yang selalu kau rayakan kala ayah memdapatkan rejeki lebih pada saat itu. Namun jika benar karena hal tersebut, mengapa harus sampai seperti itu? Sedangkan kini aku telah merelakan takdirku yang seperti itu. Apakah rasa sayangnya tidak cukup untuk menghapus kesalahanmu? Atau jika karena hal lain aku masih mencoba mencari apa jawabannya. Tetapi, sejauh yang kutahu, Ibu adalah wanita yang taat beribadah, penyabar, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Numun Ibu, karenamu aku merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang sangat didambahkan, di nantikan. Dan karena itu aku merasa lebih berguna. Di detik-detik terakhirmu, dari semua anak kandungmu, hanya aku yang selalu kau tanyakan, anak kebanggaanmu yang sampai detik ini belum bisa membuatmu bangga. Tapi bagaiamana lagi Ayah, Ibu, takdir memang sudah disetting seperti ini. Aku belum sempat membalas jasa-jasamu, Semoga doa-doa yang kau panjatkan duu, supaya aku mampu membuatmu bangga menjadi nyata meski kini kalian sudah tak lagi bersamaku. Terima kasih telah melengkapi hidupku, membuatku memiliki keluarga yang utuh, yang mengkin tidak akan bisa kumiliki jika tanpa uluran tanganmu. Semoga Allah menerima amal ibdah kalian, menempatka kalian di tempat terbaik di sisinya.. Aamiin..
Komentar
Posting Komentar