Assalamualaikum..
Seperti janjiku sebelumya, aku ingin sedikit berbagi pengalamanku usai resmi dinyatakan lulus dan mendapatkan gelar sarjana dari salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang.
Sudah hampir seperempat abad aku menghirup oksigen dengan cuma-cuma di dunia ini, tetapi baru kini aku mulai bisa mengerti mengapa Tuhan men-setting kehidupanku sedemikian rupa. Intinya aku merasa bahwa Apa Tuhan berikan untukku tidak pernah muluk-muluk, benar saja seperti yang dikatakan banyak orang bahwa setiap orang punya porsinya masing-masing, begitupula aku. Inilah hidupku dengan porsi standart. Porsi terbaik menurut Tuhan. Dan kini aku yakin bahwa porsi dariNya tidak pernah salah timbang.
Dari sejak aku lulus dari sekolah dasar, banyak kejutan-kejutan di kehidupanku yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Berharap bisa melanjutkan pendidikan di pondok pesantren, nyatanya aku terdampar di Surabaya. Tepatnya menjemput takdirku menjadi bagian dari sebuah yayasan penyantun anak yatim, iya aku yatimnya. Memperoleh pendidikan gratis, lebih banyak memposisikan tangan di bawah. Alhamdulillah, semuanya tetap harus disyuri bagaimanpun semua cerita hidupku di kota ini dimulai dari sini.
Lulus SMP, punya cita-cita muluk-muluk bisa melanjutkan SMA di salah satu SMA negeri favorite, bukan komplek, sadar posisi. Nyatanya takdir kembali mengejutkanku dengan memberiku sesuatu yang tidak pernah kubayangkan, menjadi bagian dari tetramania, SMAN 4 Surabaya. Tidak pernah terpikirkan untuk melanjutakan kesana. Seperti saat melanjutkan sekolah menengah pertama, tidak satupun temanku di jenjang sebelumnya yang juga melanjutkan disana. Aku memulai tiap jenjang pendidikanku seorang diri. Kisah SMA ku mungkin tidak seindah kisah-kisah SMA pada umumnya. Datar-datar saja, lurus. Tidak pernah melakukan hal-hal diluar batas. Sadar diri kalau sampai dapat masalah bisa panjang urusannya. Paling malasah terlambat, itupun gara-gara masalah angkot, untungnya tidak pernah lebih dari tiga kali dalam setahun. Tetapi walaupun begitu, di penghujung masa SMA ku sempat terukir kisah manis yang tidak mungkin bisa terlupakan hingga kini :).
Baiklah, lulus SMA. Ada banyak hikmah yang benar-benar membuatku membuka mata mengapa Tuhan tidak dengan mudahnya membuatku diterima di PTN yang kuimpikan. Pertama, kampus impianku, Universitas Brawijaya. Tidak bisa kubayangkan jika benar doa ku terkabulkan. Kehidupan kampus yang cukup keras, pergaulan level atas. Tapi ini memang kulihat dari sisi mahasiswa tengga kampus yang biasa-biasa saja, pokoknya beda bangetlah. Kedua, Unair. Awalnya aku sering sekali menyesali kenapa saat SNMPTN aku tidak memilih unair, sudah pasti aku lolos. But, memang pergulan unair dan UB tidak jauh berbeda, dan jika aku tetap di Surabaya tentu aku tidak akan pernah bisa mandiri. Sekirnya begitu. Daaan, UM (Universitas Negeri Malang) adalah takdirku.
bersambung lagi, hehe.
bersambung lagi, hehe.
Komentar
Posting Komentar